Sekolah Berbasis Wirausaha | Sekolah Binaan STMIK AMIKOM YOGYAKARTA | www.smkbtb-jwa.sch.id | www.amikom.ac.id
Friday, 29 July 2016
Thursday, 28 July 2016
Tuesday, 26 July 2016
Kisah Sukses Akio Morita - SONY
Pada tahun 1946, Perang Dunia II baru saja usai. Di ruang bawah tanah bekas department store, Akio Morita dan Masaru Ibuka mengerjakan tape recorder pertama Jepang. Suaranya masih jelek, namun ia bekerja. Dan dari awalan yang sederhana inilah, Sony terlahir. Selama 68 tahun berikutnya, Sony menjadi merek konsumen nomor satu di dunia. Orang yang bertanggung jawab untuk prestasi luar biasa ini adalah pemasar brilian yang memiliki perpaduan pola pikir antara Barat dan Timur: Akio Morita.
Morita pernah menulis sebuah buku berjudul Gakureki Muyō Ron, yang artinya “jangan pedulikan sejarah sekolah“. Di sini, ia menekankan bahwa catatan semasa sekolah tidak penting untuk kesuksesan.
“Saya menerapkan sebuah aturan bahwa, sekali kami mempekerjakan karyawan, maka catatan sekolahnya adalah masa lalu dan tidak lagi digunakan untuk mengevaluasi hasil kerjanya atau mempertimbangkan promosinya,” kata Morita.
Fokus Sony adalah mempekerjakan orang-orang yang mampu bekerjasama. Morita tidak pernah peduli apakah karyawannya datang dari universitas terbaik, atau jika mereka memiliki nilai terbaik.
Prinsip ini datangnya bukanlah sekedar demi kenyamanan Morita. Bukan berarti ia tidak lulus secara prestisius. Morita justru memperoleh gelar sarjana di bidang fisika dari Osaka Imperial University. Ia bahkan terlahir dari sebuah keluarga kaya. Keluarganya memiliki bisnis penyulingan bir. Dan sebagai anak tertua, ia diharapkan mengambil alih bisnis keluarga. Akan tetapi, minat Morita berada di tempat lain.
“Ketika di SMA, ayah saya membelikan sebuah fonograf. Suaranya fantastis. Saya sangat terkesan. Saya mulai bertanya-tanya bagaimana dan mengapa suara tersebut keluar. Saat itulah saya menemukan minat saya di elektronik,” katanya. Maka, ia meyakinkan ayahnya untuk membiarkan adiknya meneruskan bisnis keluarga, sementara ia melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah.
Teori populer yang sering digaungkan Morita adalah ‘motivasi kerja tidak datang karena uang’.
“Saya percaya bahwa orang-orang bekerja untuk kepuasan,” katanya. “Uang bukan satu-satunya cara untuk memberi kompensasi seseorang atas pekerjaannya. Mereka memang butuh uang. Akan tetapi mereka juga ingin kebahagiaan dalam kerja mereka, dan bangga karenanya.”
Maka menurutnya, perusahaan harusnya tidak membuang anggaran mereka untuk memberi bonus dan tunjangan besar bagi eksekutif. Alih-alih, manajemen harus mampu menyediakan gol yang jelas.
“Solusi saya untuk mengeluarkan kreatifitas adalah selalu mengatur target,” katanya. “Manajemen harus memberikan target yang konstan pada teknisi.”
Monday, 25 July 2016
Kisah Sukses Warung Spesial Sambal (SS)
Menengok perjalanan bisnis kuliner ini dari awal berdirinya, sang pendiri Yoyok Hari Wahyono (41) yang memang memiliki kecintaan terhadap sambal, adalah seorang mahasiswa UGM jurusan Teknik Kimia. Yoyok yang kala itu sudah menjabat sebagai manager di sebuah perusahaan terkenal di Yogya rela melepaskan kariernya demi banting setir menjadi enterpreneur kuliner. Melihat peluang yang ada, Yoyok bersama teman-teman mulai menjalankan Waroeng SS pada Agustus 2002.
Ketika itu, Waroeng SS hanya memiliki 3 orang pegawai dan Yoyok sendiri yang bertugas memasak seluruh sajian. Kini setelah melewati berbagai pergelutan dengan mengandalkan ketekunan dan keuletan, Waroeng SS telah berkembang menjadi 58 outlet yang tersebar di 27 kota di Indonesia dan memiliki 1.800 orang karyawan.
Perjuangan tak kenal lelah selama sebelas tahun bukannya berjalan tanpa hambatan, menurut pengakuan Yoyok, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menghasilkan produk yang lebih baik. Yoyok menuturkan, kunci kesuksesan bagi usaha kuliner adalah kekuatan rasa, dimana rasa yang dihadirkan di Waroeng SS tidak hanya enak, tetapi mengesankan, memikat, dan membuat kangen. Yoyok menambahkan dengan satu cerita dimana ada sebuah warung makan yang pelayanannya tidak ramah sama sekali, lokasinya kurang bersih, susah dijangkau, tetapi kenyataannya tetap laris. “Larisnya warung tersebut tidak lain karena memiliki citarasa masakan yang ngangeni,” ujarnya.
Kenyataan itulah yang sampai saat ini diperjuangkan Yoyok untuk senantiasa menjaga kualitas rasa menu yang ada di Waroeng SS. Bahkan karena kekhawatiran berkurangnya kualitas menu masakan yang ada, Waroeng SS yang pernah menerapkan sistem franschise, kini hanya menerapkan kemitraan tertutup, meskipun masih membuka peluang pihak-pihak luar untuk bekerjasama. Dengan sistem tersebut, Waroeng SS bisa lebih mengontrol setiap produk dari tiap outlet, sehingga kualitas citarasa hingga pelayanan bisa termonitor dengan baik.
Pada bulan pertama omset yang diraup Waroeng SS rata-rata Rp 1.500.00,- per harinya. Di tahun pertama Yoyok lebih berfokus pada proses produksi, sehingga kurang ikut campur tangan dalam permasalahan manajemen terutama manajemen keungan, karena itu sekalipun Waroeng SS laris manis tetapi laba yang terkumpul tidak terlihat.
Setelah saat ini memiliki 58 outlet yang tersebar di Jawa, Sumatra, dan Bali, Waroeng SS bisa memperoleh omzet rata-rata 11-12 milyar per bulan untuk semua cabang di Indonesia. Kendati memperoleh omzet yang lumayan besar, tetapi menurut Yoyok Waroeng SS miliknya belum bisa menghasilkan keuntungan yang signifikan. “Untuk margin keuntungan hanya berkisar di angak 8-13%, karena bagi saya SS ini usaha yang boros, selain operasional bahan baku, juga untuk biaya SDM yang bisa mencapai 20%,” jelasnya. Baginya, SDM itu penting karena menjadi ujung tombak usahanya, sehingga Yoyok berfikiran sebelum mensejahterakan pelanggan, dirinya harus menyejahterakan karyawannya terlebih dahulu.
Untuk meluluskan hal itu kini Waroeng SS telah memiliki gedung training yang khusus disediakan untuk menggembleng teknik maupun mental para calon maupun karyawan Waroeng SS dari seluruh Indonesia. Gedung training yang terletak di Jalan Kaliurang Yogyakarta tersebut sengaja dibangun demi menghasilkan SDM Waroeng SS yang berkualitas, baik secara teknik maupun mentalnya. “Sejauh ini memang yang cukup menjadi kendala bagi kami (waroeng SS) adalah masalah SDM, khususnya kaderisasi manajemen (manager dan supervisor), katanya penduduk Indonesia itu banyak penganggurannya, namun unuk mendapatkan orang yang benar-benar mau bekerja itu ternyata sangat sulit,” terang Yoyok sembari tertawa.
Memang bagi Yoyok, sebagai seorang pengusaha, dirinya saat ini tidak hanya fokus dalam mencukupi kebutuhan semata, namun lebih kepada tanggung jawab. “Jika menilik dari kebutuhan semata, hanya dengan 10 sampai 20 cabang pun saya kira sudah cukup, namun disini saya memiliki tanggung jawab terhadap para karyawan, bagaimana agar karyawan itu tidak berhenti berkeasi dan berinovasi, oleh karena itu sejauh ini kami akan terus melakukan ekspansi cabang,” jelasnya lagi.
Perjalanan Sukses Pecel Lele Lela
Rangga adalah karyawan dengan posisi manajer di perusahaan swasta. Mengetahui perusahaan tempat kerjanya tidak sehat dan tinggal menunggu giliran PHK, setelah teman-temannya terkena PHK, Rangga mulai memikirkan jalan hidup lain. Pengalaman itu membuat Rangga tidak mau lagi menjadi karyawan.
Pada akhirnya, Rangga mulai merintis bisnis sendiri. Diawali dengan tidak ada ide, bisa dikatakan dengan modal nekat dan niat, Rangga membuka warung seafood kaki lima dengan diferensiasi tempat dibuat unik. Modal pertama hanya tiga juta, itu pun dari hasil menjual barang-barang pribadinya. Sampai tiga bulan pertama, warung seafood-nya masih sepi pengunjung.
Merasa
bahwa lokasi yang menjadi kendala utama, Rangga pun mulai mencari
tempat lain. Rangga menawarkan kerja sama dengan warung makan lainnya,
tetapi selalu ditolak. Sampai suatu hari Rangga mendatangi sebuah rumah
makan semipermanen di kawasan tempat makan, di kawasan Pondok Kelapa.
Pemilik rumah makan itu juga menolak tawaran kerja sama
yang diajukan Rangga. Ia justru menawari membeli peralatan rumah
makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Karena keterbatasan
modal, Rangga menolak membeli peralatan rumah makan tersebut. Ia hanya menyewa tempat seharga Rp1 juta per bulan.
Di tempat
usaha yang baru, Rangga memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan
favorit saat kuliah. Lagi-lagi nasib baik belum menghampirinya. Ketika
berjualan lele,
yang laku malahan ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih
pulang. Rangga berkeyakinan bahwa menu masakan lele itu enak. Untuk
mengujinya, ia menawari pembeli untuk mencicipi menu lele dan keyakinannya itu diperkuat oleh pendapat pengunjung.
Naluri wirausaha Rangga pada momen itu sangat kuat. Dia mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain. Lele yang biasanya di rumah
makan hanya menjadi menu tambahan, oleh Rangga disajikan sebagai menu
utama. Bagaimana membuat hal yang tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat diterima oleh konsumen? Di tahap
ini, naluri inovasi Rangga menunjukan kebolehannya. Inovasi hidangan
lele untuk menonjolkan kelebihan lele sebagai menu makanan yang terletak
pada kelembutan dagingnya dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan
yang tidak menarik dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung
yang lambat laun disukai konsumen.
Setelah pindah ke tempat baru, pendapatan rumah makan rangga meningkat menjadi Rp3 juta per bulan. Membandingkan dengan gaji sebagai karyawan yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan rumah makannya, Rangga berniat untuk lebih total menekuni bisnisnya.
Usaha warung makan lele Rangga yang masih baru dan mulai direspon baik oleh konsumen,
tidak terlepas dari kendala. Lokasi yang pada awalnya menjadi kendala,
sudah teratasi, selanjutnya muncul tantangan baru. Tahu usaha rumah
makan lele Rangga laris, pemilik rumah makan menaikan sewanya menjadi Rp2 juta per bulan. Belum lagi Rangga harus memikirkan gaji tiga karyawan yang menggantungkan nasibnya kepada dirinya.
Sementara pendapatan menjadi minus karena kenaikan biaya sewa dan gaji karyawan, Rangga terjebak oleh rentenir dengan berutang sebesar Rp5 juta. Usaha Rangga sempat mengalami jatuh-bangun. Dari pengalaman itu, mental wirausahawan Rangga terbangun. Seiring berjalannya waktu, Rangga mulai bijak menghadapi tekanan dan tantangan. Usahanya pun berbuah manis.
Berkat
kegigihan dan perjuangan pantang menyerahnya, usaha kuliner rumah makan
dengan sajian menu utama lele mulai diminati banyak konsumen. Kenaikan
peminat lele menjadikan usahanya diminati orang. Banyak orang menawarkan
kerja sama dengan model waralaba.
Berkat
lele goreng tepung andalan, rumah makan Rangga semakin ramai
pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makannya
di Pondok Kelapa. Selanjutnya, Rangga membuat putusan besar dengan
pindah tempat dari tempat rumah makan sebelumnya yang disewa Rp2 juta per bulan. Tidak hanya itu, inovasi masakan lele terus berlanjut dengan sajian tiga menu utama, yaitu lele goreng tepung, lele filet kremes, dan lele saus padang.
Ketika
usaha warung makan sedang menanjak, Rangga dihadapkan pada masalah baru
lagi, yaitu koki utamanya keluar dan diketahui dia membuat usaha
sejenis. Rangga kecewa, mengapa tidak berbicara sebelumnya karena kalau tahu
tentunya dapat dikerjasamakan dan saling mendukung. Masalah
terselesaikan ketika tidak direncanakan Rangga bertemu teman lamanya
saat SMA, Bambang. Bambang pada saat itu bekerja
di restoran cepat saji. Keduanya kemudian bercerita, bertukar pikiran
dan pengalaman mengenai makanan dan bisnis rumah makan. Lalu, Rangga
menjadikan Bambang sebagai konsultannya kecil-kecilan dengan honor hanya
mengganti uang besin.
Ketika bisnis mulai menanjak, Rangga membangun fondasi usahanya, meletakkan pijakan dasar berupa budaya kerja dengan membuat SPO dengan dibantu oleh Bambang. Pada tahap pengembangan ini, peranan Bambang sangat besar membantu Rangga.
SPO menjadi dasar pembukaan cabang lainnya untuk mengontrol kualitas
makanan agar rasanya tidak berubah-ubah dan pelayanannya pun mempunyai
diferensiasi trersendiri. Pada akhirnya Bambang menjadi general manager Pecel Lele Lela.
Pada
2009, menanggapi banyaknya permintaan, Rangga mulai mewaralabakan Pecel
Lele Lela. Waralaba Pecel Lele Lela berdampak positif untuk pengembangan usaha. Pecel Lele Lela lebih dikenal oleh masyarakat dan selanjutnya permintaan konsumen pun meningkat. Waralaba lele Lela diminati banyak orang, bahkan sampai ke luar daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan.
Lele
Lela berhasil menjaga kualitas rasa dan layanan yang menjadi kunci
sukses bisnis kuliner. Tidak hanya itu, untuk menjaga bisnis tetap dalam
fase pertumbuhan,
Lele Lela terus berinovasi dengan rasa, mengembangkan berbagai menu
hidangan lele yang khas dan berbeda. Inovasi di sisi layanan Lele Lela
mengembangkan budaya sambutan ucapan “Selamat Pagi” kepada setiap
konsumen yang datang meskipun waktunya siang, sore, dan malam. Rangga menunjukkan bahwasanya seorang wirausahawan haruslah kreatif dan inovatis mengembangkan nilai-nilai baru untuk meningkatkan nilai produknya.
Sekarang
ini Lele Lela mendapatkan permintaan waralaba dari orang-orang
Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan direalisasikan tahun ini.
Sampai saat ini Lele Lela telah memiliki 27 cabang, 3 di antaranya
adalah milik sendiri.
Nama
Lela sendiri sebenarnya hanyalah singkatan, yaitu Lebih Laku. Ini
sekaligus menjadi doa supaya Lele Lela terus berkembang. Menjadi
kebanggaan tersendiri bagi Rangga ketika Pecel Lele Lela ikut mengisi
menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana Negara,
dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Kisah Sukses Toyota
Nama Toyota sangatlah akrab di telinga kita. Perusahaan dengan produk utamanya berupa mobil ini sanggup menjadi di antara yang terdepan dalam industri otomotif kelas dunia. Selain memiliki stadion sepak bola kapasitas sejagat, Toyota juga menjadi sponsor utama dalam Piala Dunia antar klub yang digelar saban tahun.
Sakichi Toyoda memulai debutnya lantaran
kegundahannya menyaksikan sang bunda yang harus duduk menggelosor di
lantai, menenun kain untuk dijadikan pakaian. Rasa cintanya yang tulus
membuatnya berpikir untuk menciptakan mesin tenun agar ibunya bisa
bekerja sambil duduk layaknya orang kantoran.
Didorong oleh baktinya, Toyoda pun
berhasil menciptakan mesin tenun paling sederhana yang kala itu terbuat
dari kayu. Sang ibu pun bisa menenun sambil duduk santai mengoperasikan
mesin buatan buah hatinya.
Tak puas, Toyoda terus melakukan inovasi
hingga menemukan mesin tenun paling mutakhir kala itu, yang terbuat dari
besi. Lantaran temuannya itu pula, Jepang berhasil menguasai industri
tekstil tingkat dunia. Mesin buatannya dibuat dalam jumlah banyak,
industrinya berkembang sangat pesat. Tak kurang, ada 50 mesin tenun
temuan Toyoda.
Berkembang dengan temuan mesin tenunnya,
Toyoda melirik pasar Eropa dan Amerika yang berhasil mengembangkan
industri angkutan manusia, mobil. Ia mengutus anaknya, Kiichiro, untuk
keliling Eropa dan Amerika guna mempelajari industri pembuatan mobil.
Agar mendapatkan izin belajar, Kiichiri menjual hak paten mesin tenun
tipe G yang merupakan temuan paling mutakhir di bidang tenun.
Waktu bergulir, usaha keluarga Toyoda
berkembang pesat seiring berjalannya waktu. Karena tak berkanan nama
keluarganya dijadikan nama perusahaan, Toyoda pun diganti menjadi Toyota
setelah sebelumnya diadakan kompetisi menciptakan nama perusahaan
tersebut.
Kini, kita menikmati Toyota sebagai salah
satu angkutan utama negeri ini. Perusahaan ini berhasil berkembang
pesat dan menyasar pasar kalangan menengah hingga kalangan atas. Tanpa
banyak diketahui, rupanya, di balik sukses Toyota ada sesuatu yang
sederhana, tapi sangat menggerakkan.
Kisah Sukses AQUA
Kisah sukses ini berawal dari sosok Tirto Utomo(alm.) yang menggagas berdirinya Aqua. Pria kelahiran Wonosobo, 9 Maret 1930 ini menggagas lahirnya industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia melalui PT Golden Mississippi pada tanggal 23 Pebruari 1973. Produk pertamanya saat itu adalah Aqua botol kaca 950 ml yang kemudian disusul kemasan AQUA 5 galon, pada waktu itu juga masih terbuat dari kaca.
Pada awal kemunculannya, Aqua tidak langsung menuai kisah sukses nya seperti sekarang ini. Bahkan tahun 1974 sampai 1978 adalah masa-masa sulit bagi perusahaan ini. Saat itu permintaan konsumen masih sangat rendah. Masyarakat kala itu masih “asing” dengan air minum dalam kemasan. Apalagi harga 1 liter Aqua lebih mahal daripada harga 1 liter minyak tanah.
Aqua tidak akan menuai kisah sukses bila langsung menyerah saat itu. Dengan berbagai upaya dan kerja keras, akhirnya Aqua mulai diterima masyarakat luas. Perlahan tapi pasti, merk ini semakin menorehkan kisah sukses nya. Bahkan tahun 1978, Aqua telah mencapai titik BEP. Dan saat itu menjadi batu loncatan kisah sukses Aqua yang terus berkembang pesat.
Pada saat itu, produk Aqua ditujukan untuk market kelas menengah ke atas, baik dalam rumah tangga, kantor-kantor dan restoran. Namun sejak tahun 1981, Aqua telah berganti kemasan dari semula kaca menjadi plastik sehingga melahirkan berbagai varian kemasan. Hal ini menyebabkan distribusi yang lebih mudah dan harga yang lebih terjangkau sehingga produk Aqua dapat dijangkau masyarakat dari berbagai kalangan. Di tahun 1981 ini juga, Aqua mengganti sumber airnya dari air sumur bor ke air dari mata air pegunungan.
Bahkan dalam segi kemasan pun, Aqua telah menjadi pelopor. Botol plastiknya yang semula berbahan PVC yang tidak ramah lingkungan, sejak 1988 telah diganti menjadi bahan PET. Padahal saat itu di Eropa masih menggunakan bahan PVC. Selain itu desain botol Aqua berbentuk persegi bergaris yang mudah dipegang telah menggantikan desain botol bulat Eropa. Bahkan botol PET ciptaan Aqua ini telah dijadikan standar dunia.
Kisah sukses Aqua tidak hanya sebatas di dalam negeri, tapi juga mancanegara. Sejak 1987, produk Aqua telah diekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Fillipina, Australia, Maldives, Fuji, Timur Tengah dan Afrika. Berbagai prestasi dan penghargaan pun didapatkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Bahkan almarhum Tirto Utomo pun dinobatkan sebagai pencetus air minum dalam kemasan dan masuk dalam “Hall of Fame” . Dan berdasarkan survey Zenith International, sebuah badan survey Inggris, Aqua dinobatkan sebagai merk air minum dalam kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan air minum dalam kemasan nomor dua terbesar di dunia. Sebuah prestasi yang membanggakan untuk produk dalam negeri.
KISAH SUKSES KOLONEL SANDERS KFC
Inilah kisah kegigihan Kolonel Sanders, pendiri waralaba ayam goreng terkenal KFC. Dia memulainya di usia 66 tahun. Pensiunan angkatan darat Amerika ini tidak memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Namun dia memiliki keahlian dalam memasak dan menawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran di negaranya. Kolonel Harland Sanders adalah pelopor Kentucky Fried Chicken atau KFC yang telah tumbuh menjadi salah satu yang terbesar dalam industri waralaba makanan siap saji di dunia.
Sosok Kolonel Sanders, bahkan kini menjadi simbol dari semangat kewirausahaan. Dia lahir pada 9 September 1890 di Henryville, Indiana, namun baru mulai aktif dalam mewaralabakan bisnis ayamnya di usia 65 tahun. Di usia 6 tahun, ayahnya meninggal dan Ibunya sudah tidak mampu bekerja lagi sehingga Harland muda harus menjaga adik laki-lakinya yang baru berumur 3 tahun. Dengan kondisi ini ia harus memasak untuk keluarganya. Di masa ini dia sudah mulai menunjukkan kebolehannya.
Pada umur 7 tahun ia sudah pandai memasak di beberapa tempat memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan pertamanya didekat pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan. Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah, sehingga ia meninggalkan rumah tempat tinggalnya untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah Greenwood, Indiana. Selepas itu, ia berganti-ganti pekerjaan selama beberapa tahun.
Pertama, sebagai tukang parkir di usia 15 tahun di New Albany, Indiana dan kemudian menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan ke Kuba. Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, dan operator bengkel.
Di usia 40 tahun, Kolonel ini mulai memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di bengkelnya di Corbin. Kolonel Sanders belum punya restoran pada saat itu. Ia menyajikan makanannya di ruang makan di bengkel tersebut. Karena semakin banyak orang yang datang ke tempatnya untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat penginapan dan restoran bisa menampung 142 orang.
Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang dibuatnya dengan teknik dasar memasak hingga saat ini. Citra Sander semakin baik. Gubernur Ruby Laffoon memberi penghargaan Kentucky Colonel pada tahun 1935 atas kontribusinya bagi negara bagian Cuisine. Dan pada tahun 1939, keberadaannya pertama kali terdaftar di Duncan Hines “Adventures in Good Eating.”
Di awal tahun 1950 jalan raya baru antar negara bagian direncanakan melewati kota Corbin. Melihat akan berakhir bisnisnya, Kolonel ini akhirnya menutup restorannya. Setelah membayar sejumlah uang, ia mendapatkan tunjangan sosial hari tuanya sebesar $105.
Dikarenakan memiliki rasa percaya diri kuat akan kualitas ayam gorengnya, Kolonel membuka usaha waralaba yang dimulai tahun 1952. Ia pergi jauh menyeberangi negara bagian ini dengan mobil dari satu restoran ke restoran lainnya, memasak sejumlah ayam untuk pemilik restoran dan karyawannya. Jika reaksi yang terlihat bagus, ia menawarkan perjanjian untuk mendapatkan pembayaran dari setiap ayam yang laku terjual.
Pada 1964, Kolonel Sanders sudah memiliki lebih dari 600 outlet waralaba untuk ayam gorengnya di seluruh Amerika dan Kanada. Pada tahun itu juga ia menjual bunga dari pembayarannya untuk perusahaan Amerika sebanyak 2 juta dolar kepada sejumlah grup investor termasuk John Y Brown Jr, (kelak menjadi Gubernur Kentucky). Pada tahun 1976, sebuah survey independen menempatkan Kolonel Sanders sebagai peringkat kedua dari deretan selebriti yang terkenal di dunia.
Di bawah pemilik baru, perusahaan Kentucky Fried Chicken tumbuh pesat yang kemudian menjadi perusahaan terbuka pada 17 Maret 1966, dan terdaftar pada New York Stock Exchange pada 16 Januari 1969. Lebih dari 3.500 waralaba dan restoran yang dimiliki perusahaan ini beroperasi hampir di seluruh dunia. Kentucky Fried Chicken menjadi anak perusahaan dari RJ Reynolds Industries, Inc. (sekarang RJR Nabisco, Inc.), semenjak Heublein Inc. diakuisisi oleh Reynolds pada tahun 1982. KFC diakuisisi pada Oktober 1986 dari RJR Nabisco Inc oleh PepsiCo Inc, seharga kurang lebih 840 juta dolar.
Pada Januari 1997, PepsiCo, Inc mengumumkan spin-off restoran cepat sajinya — KFC, Taco Bell dan Pizza Hut – menjadi perusahaan restoran independen, Tricon Global Restorans Inc. Pada Mei 2002, perusahaan ini mengumumkan persetujuan pemilik saham untuk merubah nama perusahaan menjadi Yum! Brands Inc. Perusahaan, yang dimiliki oleh A&W All-American Food Restorans, KFC, Long John Silvers, Pizza Hut dan Taco Bell restorans, adalah perusahaan restoran terbesar di dunia dalam kategori unit system dengan jumlah mendekati 32,500 di lebih dari 100 negara dan wilayah.
KFC berkembang pesat. Kini, lebih dari satu miliar ayam goreng hasil resep Kolonel ini dinikmati setiap tahunnya, bukan hanya di Amerika Utara, bahkan tersedia hampir di 80 negara di seluruh dunia. Tapi Kolonel Sanders tidak lagi bisa menyaksikannya. Pada 1980, di usia 90 tahun, ia terserang leukemia. Ia meninggal seusai melakukan perjalanan 250.000 mil dalam satu tahun kunjungannya ke restoran KFC di seluruh dunia.
Kisah Sukses Saichiro Honda
Bernama lengkap Soichiro Honda, lahir di desa Komyo, Shizuoka, Jepang pada 17 November 1906 dari pasangan Gihei Honda dan Mika. Adalah anak sulung dari sembilan bersaudara. Ia berasal dari keluarga yang sederhana dan bertempat tinggal di daerah yang terpencil yang jauh dari keramaian. Ayahnya Gihei Honda bekerja sebagai seorang tukang besi.
Ketertarikan Honda dalam dunia mesin sudah terlihat ketika dirinya masih kecil. Sebelum masuk sekolah, Honda sudah terbiasa membantu ayahnya mereparasi alat-alat pertanian di bengkel ayahnya. Dia bahkan mampu berdiri berjam-jam hanya untuk mengamati kinerja suatu mesin.
Pada usia 8 tahun, ia rela bersepeda sejauh 10 mil hanya untuk melihat pesawat terbang. Ia sangat hobi mengamati mobil yang melintas di jalanan. Dan pada usia 12 tahun ia sudah menciptakan sepeda motor sederhana dengan model rem kaki.
Di masa sekolah, Honda tidak memiliki nilai yang begitu bagus. Bahkan ia suka membolos sekolah. Namun karena ketekunan dan cinta nya dalam dunia mesin membuatnya lebih suka mempelajari mesin daripada pelajaran di sekolah.
Pada usia 15 tahun, Honda hijrah ke Tokyo untuk mencari kerja. Ia diterima di Hart Sokay Company, pada awalnya hanya bekerja sebagai cleaning service merangkap pengasuh bayi bos nya. Hingga akhirnya sang pemilik menemukan bakat Honda dalam bidang mesin. Ia sungguh cekatan dan jenius dalam masalah mesin sehingga bosnya senang dengan nya. 6 tahun ia bekerja di perusahaan itu.
Pada umur 21 tahun, bosnya berkeinginan membuka cabang di Hamamatsu, dan Honda pun dipilih untuk memimpin kantor cabang itu. Di kantor cabang ini prestasinya membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak bengkel-bengkel lain. Hasil kerjanya pun cepat dan tepat. Honda tidak segan-segan bekerja sampai larut malam, tanpa mengurangi kreativitasnya.
Salah satu buah kreativitasnya adalah berhasil membuat penemuan velg dengan jari-jari logam ketika berusia 30 tahun. Pada zaman itu, mobil-mobil masih menggunakan velg dengan jari-jari kayu. Jari-jari kayu ini, selain tidak bagus dalam meredam getaran, juga mudah terbakar. Penemuan Honda ini menjadi hak patennya yang pertama sekaligus kisah sukses pertamanya.
Perjalanannya kemudian membuat honda ingin mendirikan usaha sendiri, ia pun keluar dari perusahaan pada tahun 1938. Ia membangun usaha pembuatan ring piston. Sayang ring piston buatannya ditolak oleh Toyota karena menganggap kualitasnya yang belum memiliki syarat.
Kegagalan tersebut tidak membuat Honda berkecil hati, sempat jatuh sakit sampai kemudian bisa bangkit kembali menekuni pembuatan pistonnya.
Untuk menemukan solusi dalam pembuatan ring piston, Honda memutuskan untuk kuliah. Setiap pulang dari kuliah, Honda segera ke bengkel untuk mempraktekan pengetahuan yang baru diperolehnya. Di kampus Honda adalah salah satu siswa yang sering menentang gurunya. Honda adalah salah satu siswa yang sering mengkritik dosennya karena dianggap terlalu bertele-tele dan menitikberatkan teori daipada praktek karena Honda lebih suka praktek daripada teori. Ia siswa yang sulit di atur dan sering tidak masuk. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
Akhirnya kerja kerasnya mulai menorehkan kisah sukses. Ring Piston ciptaannya diterima Toyota, yang langsung memberikan kontrak. Ketika mimpinya hampir menjadi kenyataan, niatnya membangun pabrik terpaksa diurungkan. Pemerintah Jepang yang siap perang, tidak memberikan dana kepada industri-industri. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang dunia II meletus, pabriknya sempat terbakar dua kali.
Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Sekali lagi pabriknya hancur oleh gempa bumi. Akhirnya Honda menjual pabrik ring pistonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Pada tahun 1947,seusai perang dunia II, Jepang mengalami kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, Honda tidak kehabisan ide cemerlang. Idenya memasang mesin pada sepeda dengan memanfaatkan mesin-mesin bekas perang, yang menjadi cikal bakal sepeda motor zaman sekarang. Ciptaanya ini mendapatkan respon yang baik dari masyarakat sekitar. 24 September 1948, berdirilah Honda Motor Company dengan produk pertamanya yang dinamakan “Dream” dengan slogan perusahaan Honda yaitu “The Power Of Dream” . Awal dari kisah sukses nya.
Meski sepeda motornya sukses, Honda ternyata terbentur masalah finansial bahkan terancam bangkrut. Ia memang seorang penemu dan mekanik yang hebat namun tidak pandai mengelola keuangan. Inilah yang kemudian mempertemukan dirinya dengan Takeo Fujisawa orang yang sangat berpengaruh pada kelangsungan bisnis Honda selanjutnya. Saat itu Honda berusia 42 Tahun dan Fujisawa berusia 38 tahun.
Duet kedua orang ini berhasil membuat Honda mewujudkan mimpi dan keinginannya untuk menjangkau dunia. Akhirnya, seperti yang kita ketahui, produk-produk Honda tak hanya menjadi nomor 1 di Jepang tetapi juga di berbagai belahan dunia.
Soichiro Honda, oleh karyawannya dikenal sebagai pemimpin yang keras. Namun sikapnya menjadi lembut ketika acara minum sake bersama. Satu hal lagi yang patut dipuji dari Honda adalah sikap nya yang anti-nepotisme dalam menentukan jabatan di perusahaannya.
Sepanjang hidupnya, Soichiro Honda dikenal sebagai orang yang selalu berjiwa muda. Walaupun usianya semakin bertambah tua tapi semangatnya tidak pernah berkurang. Pada 5 Agustus 1991, Honda meninggal di usia 84 tahun akibat penyakit lever.
"Banyak orang hanya melihat 1 % kesuksesan saya. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya”. Kata Honda. Honda membuktikan bahwa sukses buan karena kita memiliki IQ yang jenius tapi karena kegigihan yang kita lakukan. Jangan mudah menyerah ketika mengalami kegegalan.
Kekuatan mimpi mengantarkan ia menuju kesuksesan yang luar biasa. Walaupun berasal dari keluarga sederhana, orang desa, dan berasal dari latar belakang bukan keturunan orang sukses, ia membuktikan bahwa semua orang itu bisa sukses termasuk dirinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)